Monday, December 15, 2014

permain tradisional (petak umpet)



Petak Umpet

A.    Sejarah Permainan Petak Umpet
            Sebagai orang Indonesia tentu pernah memainkan atau setidaknya mengenal permainan yang bernama Petak Umpet. Sebuah permainan anak-anak yang sangat populer dan menyenangkan. Karena tidak perlu biaya mahal dan dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat dari status sosial apapun.Permainan ini juga merupakan bentuk sosialisasi awal si Anak dengan anak yang lain dalam suatu kelompok masyarakat. Hal ini juga merupakan kesempatan anak untuk mengenal lingkungan tempat tinggalnya serta karakter manusia yang satu dengan yang lain—baik disadari ataupun tidak—tentu akan dipahami secara perlahan ketika ia tumbuh menjadi dewasa. Dengan begitu, seorang anak kecil yang sering bermain bersama teman-temannya tentu tidak akan menjadi anti sosial karena terbiasa hidup berkelompok. Tentunya nilai persatuan akan terbawa hingga dewasa. Sehingga tidak akan menjadi seorang yang egois, yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri, melainkan akan terbiasa berpikir secara kolektif.
Petak Umpet, khususnya orang Yogyakarta menyebutnya “Dhelikan”. Istilah ini diambil dari kata dasar ‘ndelik’ yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah sembunyi. Dalam bahasa sunda “Ucing Sumput”. Jadi tidak ada masalah jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Petak Umpet. Sebenarnya sejak kapan permainan Petak Umpet mulai ada juga belum jelas. Bahkan siapa penciptanya pun juga tidak jelas, tiba-tiba saja ada di setiap daerah  Indonesia. Permainan Petak Umpet diawali dengan cara “hompimpah” untuk menentukan siapa yang menjadi penjaga atau orang yang nanti akan mencari teman-teman yang lain dari tempat persembunyiannya.
 Tempat bagi si penjaga (markas) bisa di setiap tempat, tapi biasanya menghadap ke tembok, pohon, pagar, atau apapun yang bisa digunakan untuk menutup matanya agar tidak melihat teman yang lain mencari tempat untuk bersembunyi. Nama untuk penyebutan tempat jaga pun brmacam-macam di setiap daerah berbeda penyebutannya. Di Yogyakarta sendiri mempunyai nama berbeda di setiap wilayah. Ada yang menyebutnya sebagai “Jepungan”, ada juga yang menyebut “Jethungan”, di Jakarta disebut ” Ingglo”, di daerah Jawa Barat disebut “Bon atau Hong”.
B.     Cara Bermain
Pada permainan Petak Umpet tidak diperlukan alat sebagai perlengkapan bermainnya. Yang diperlukan hanya berupa tembok, pohon, atau pagar sebgai tempat menjaga atau benteng (markas)nya. Adapun cara bermainnya yaitu :
1.      Pemain berjumlah 3 orang atau lebih.
2.      Permianan ini dimulai dengan HOMPIMPA untuk menentukan siapa yang menjadi “kucing”. Yang menjadi “kucing” dia adalah yang kalah dalam hompimpah, dia yang menjaga benteng (marakas) dengan menutup mata dan menghadap ke pohon atau tembok sebagai bentengnya.
3.      Si kucing ini nantinya akan memejamkan mata atau berbalik menghadap tembok atau pohon atau apa saja supaya dia tidak melihat teman-temannya bergerak untuk bersembunyi sambil berhitung (hitungan disesuaikan dengan kesepakatan semua, bisa sampai 10, 20, atau 25)
4.      Kemudian pada saat si kucing berhitung anggota yang lainnya mulai bersembunyi
5.      Setelah hitungannya telah selesai si kucing mulai mencari anggota yang bersembunyi
6.      Jika si “kucing” menemukan temannya, ia akan menyebut nama temannya sambil menyentuh INGLO atau BON atau HONG atau  Jepungan (benteng atau markas), apabila hanya meneriakkan namanya saja, maka si “kucing” dianggap kalah.
7.      Permainan selesai setelah semua teman ditemukan. Dan yang pertama ditemukanlah yang menjadi kucing berikutnya.
8.      Namun jika anggota yang bersembunyi dapat menyentuh INGLO atau BON atau HONG atau  Jepungan (benteng atau markas) lebih dulu maka si kucing menjadi kalah, anggota yang sudah didapatnya terbebas dan permainan diulang kembali.
9.      Ada sebuah catatan, bila si kucing dapat mengetahui persembunyian anggota yang bersembunyi karna diberi tahu maka permainan diulang kembali karena dianggap “kebakaran” atau “kobongan”(dalam bahasa Jawa), atau dianggap telah dibocorkan dan menjadi tidak sah.

C.    Teori menurut ahli
Bermain merupakan hak setiap orang dan tanpa dibatasi usia. Khususnya bagi anak- anak, bermain merupakan kegiatan anak – anak yang paling disukai, tidak ada anak – anak yang tidak menyukai bermain. Melalui bermain anak dapat memetik berbagai manfaat bagi perkembangannya. Bermain adalah aktivitas yang menyenangkan dan merupakan kebutuhan yang sudah melekat dalam diri setiap anak. Bermain merupakan jembatan bagi anak dari belajar secara informal menjadi formal. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan keterampilan anak sehingga anak lebih siap untuk menghadapi lingkungannya dan lebih siap lagi dalam mengikuti pendididkan jenjang yang lebih tinggi.
Selain itu bermain mempunyai ciri –ciri. Adapun beberapa ciri-ciri kegiatan bermain yaitu :
1.      Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsic atau dari dalam dirinya sendiri (keinginan pribadinya sendiri) serta untuk kepentingannya sendiri.
2.      Perasaan dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosi-emosi positif.
3.      Fleksibelitas,  ditandai dengan mudahnya kegiatan beralih dari suatu aktivitas ke aktivitas lainnya.
4.      Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhir. Saat bermain perhatian anak-anak lebih terpusat pada kegiatan yang berlangsung  dibandingkan tujuan yang ingin dicapai. Tidak adanya tekanan untuk mencapai prestasi, membebaskan  anak untuk mencoba berbagai variasi kegiatan. Karena itu bermain cenderung fleksibel, tidak ditentukan oleh sasaran yang ingin dicapai.
5.      Bebas memilih. Anak bebas dalam hal memilih kegiatan dan apa yang ingin dilakukannya tanpa kehendak orang lain
6.      Mempunyai kualitas pura-pura. Kegiatan bermain mempunyai kerangka tertentu yang memisahkan dari realita atau kehidupan sehari-hari. Kerangka ini berlaku pada terhadap semua bentuk kegiatan bermain. Realitas internal lebih diutamakan daripada realitas eksternal, karena anak memberi makna baru terhdap objek yang dimainkan dan mengabaikan keadaan objek yang sesungguhnya. Kualitas pura-pura memungkinkan anak bereksperimen dengan kemungkinan- kemungkinan baru.
Bermain itu sendiri terbagi menjadi 2 pembagian, yaitu bermain klasik dan bermain kontemporer. Bermain klasik merupakan bermain yang terus menerus dilestarikan. Bermain klasik membaginya dalam 4 perspektif klasik, yaitu surplus energy (permainan yang menyalurkan energy), teori rekreasi (permaian yang memakai atau memerlukan waha atau tempat sebagai sarana), teori rekapitulasi (permaianan yang dapat diulang atau diturunkan), dan teori praktis (permaianan yang dapat dilakukan). Bermain kontemporer ialah permaianan yang sudah dimodifikasi secara ilmiah, yang menggunakan teknologi (tidak semuanya).
Menurut piaget bermain merupakan kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi kesenangan. Piaget membagi tahap bermain anak menadi 4 yaitu:
a.       Sensory Motor Play (3 bulan – 2 tahun)
Kegiatan anak semata-mata merupakan kelanjutan kenikmatan yang diperolehnya. Kegiatan berdasarkan inderana dan tubuhnya. Contohnya bermain cilukba, pok ame-ame.
b.      Symbolic play (2-7 tahun)
Merupakan ciri periode praoperasional yang ditandai dengan bermain pura-pura atau imajainatif dan khayalan. Pada masa ini anak juga lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan, mencoba berbabagai hal berkaitan dengan konsep angka, ruang, kuantitas dan sebagainya. Contohnya bermain dokter-dokteran, masak-masakan, penjual dan pembeli, kuda-kudaan.
c.       Social Play games with rules (8- 11 tahun)
Dalam bermain banyak diwarnai oleh nalar, logika yang bersifat objektif. Kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh aturan permainan.
d.      Games with rules and sport (11 tahun keatas)
Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan dan olahraga. Kegiatan bermain ini masih menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh lebih ketat dan kaku. Contohnya bermain sepak bola, kasti, basket.

Menurut Mildred Parten bermain merupakan sarana sosialisasi yang memiliki kadar interaksi social mulai dari  kegiatan bermain yang mencerminkan tingkat perkembangan social anak. Parten membagi tahapan bermain menjadi dalam 6 bentuk kegiatan bermain, yaitu :
a.       Unoccupied Play
Anak tidak benar-benar  terlibat dalam kegiatan bermain melainkan hanya mengamati kejadian sekitarnya yang menarik perhatian anak. Contohnya ; ikut-ikutan orang lain berkeliling atau naik turun kursi  tanpa tujuan jelas.
b.      Solitary Play (bermain sendiri)
Biasanya nampak pada anak yang berusia amat muda. Anak sibuk bermain sendiri dan tampak tidak memperlihatkan kehadiran anak-anak lain disekitarnya. Contohnya bermain boneka, mobil-mobilan dll.
c.       Onlooker Play (pengamat)
Kegiatan bermain dengan mengamati anak-anak lain melakukan kegiatan bermain dan tampak ada minat yang semakin besar terhadap kegiatan anak lain yang diamatinya. Contohnya menonton pertandingan bola, menonton lomba-lomba, melihat anak-anak sedang main sebuah permainan, dll.
d.      Parallel Play (bermain parallel)
Tampak saat dua anak atau lebih bermain dengan jenis alat permainan yang sama dan melakukan gerakan atau kegiatan yang sama tetapi bila diperhatikan tampak bahwa sebenarnya tidak ada interaksi diantara mereka. Mereka melakukan kegiatan yang sama secara sendiri-sendiri disaaat waktu yang bersamaan. Contohnya membuat bangunan melalui bermain balok, bermain puzzle, atau bermain lego, bermain sepeda, dll.
e.       Assosiative Play (bermain asosiatif)
Ditandai dengan adanya interaksi antar anak yang bermain, saling tukar alat permainan, akan tetapi bila diamati akan tampak bahwa masing-masing anak sebenarnya tidak terlibat kerja sama. Contohnya menggambar bersama, bermain tapak gunung,  bermain tak kadal (bintik) dll


f.       Cooperative Play (bermain bersama)
Ditandai dengan adanya kerja sama atau pembagian tugas dan pembagian peran anatar anak-anak yang terlibat permainan  untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Contohnya, dokter-dokteran,  penjual dan pembeli.
            Menurut teori dan pemahaman dari beberapa ahli mengenai bemain serta tahapannya, dalam permaianan Petak Umpet ini, bisa dikatakan bahwa permaianan petak umpet merupakan permaianan klasik. Pada permainaan ini belum ada atau belum terjadi modifikasi dalam permainannya. Disetiap daerah cara memainnkannya mempunyai cara atau peraturan yang sama, hanya penyebutan nama atau istilah saja yang berbeda disetiap daerah. Dalam permainan ini juga terdapat perspektif surplus energy, dimana si kucing bergerak mencari anggota yang mengumpat, serta meraih atau memegang atau menyentuh INGLO atau BON atau HONG atau  Jepungan (benteng atau markas). Sehinnga energy otomatis akan tersalurkan.
            Permainan ini jika dilihat dari tahapan bermaian Piaget termasuk dalam tahap Social Play games with rules, dimana anak bermainan dengan aturan. Karena di dalam permainan ini terdapat peraturan yang harus dijalankan dan ditaati. Dalam tahapan bermain Parten, permaianan ini masuk dalam tahap Assosiative Play, dimana anak bermain bersama-sama dengan adanya interaksi antara yang lainnya. Contohnya pada saat memutuskan menyepakati  jumlah hitungan yang nantinya akan di hitung oleh si kucing (yang menjaga benteng/markas). Hal ini membuat terjadinya interaksi dalam menyepakati hal tersebut.

No comments:

Post a Comment