Petak
Umpet
A.
Sejarah
Permainan Petak Umpet
Sebagai
orang Indonesia tentu pernah memainkan atau setidaknya mengenal permainan yang
bernama Petak Umpet. Sebuah
permainan anak-anak yang sangat populer dan menyenangkan. Karena tidak perlu
biaya mahal dan dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat dari status
sosial apapun.Permainan ini juga merupakan bentuk sosialisasi awal si Anak
dengan anak yang lain dalam suatu kelompok masyarakat. Hal ini juga merupakan
kesempatan anak untuk mengenal lingkungan tempat tinggalnya serta karakter
manusia yang satu dengan yang lain—baik disadari ataupun tidak—tentu akan
dipahami secara perlahan ketika ia tumbuh menjadi dewasa.
Dengan begitu, seorang anak kecil yang sering bermain bersama teman-temannya
tentu tidak akan menjadi anti sosial karena terbiasa hidup berkelompok.
Tentunya nilai persatuan akan terbawa hingga dewasa. Sehingga tidak akan
menjadi seorang yang egois, yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri,
melainkan akan terbiasa berpikir secara kolektif.
Petak Umpet, khususnya orang Yogyakarta menyebutnya
“Dhelikan”. Istilah ini diambil dari kata dasar ‘ndelik’ yang artinya dalam
bahasa Indonesia adalah sembunyi. Dalam bahasa sunda “Ucing Sumput”. Jadi tidak
ada masalah jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Petak Umpet. Sebenarnya sejak kapan permainan Petak Umpet mulai ada juga belum jelas.
Bahkan siapa penciptanya pun juga tidak jelas, tiba-tiba saja ada di setiap
daerah Indonesia. Permainan Petak Umpet
diawali dengan cara “hompimpah” untuk menentukan siapa yang menjadi penjaga
atau orang yang nanti akan mencari teman-teman yang lain dari tempat
persembunyiannya.
Tempat bagi si
penjaga (markas) bisa di setiap tempat, tapi biasanya menghadap ke tembok,
pohon, pagar, atau apapun yang bisa digunakan untuk menutup matanya agar tidak
melihat teman yang lain mencari tempat untuk bersembunyi. Nama untuk penyebutan tempat jaga pun brmacam-macam di setiap daerah
berbeda penyebutannya. Di Yogyakarta sendiri mempunyai nama berbeda di setiap
wilayah. Ada yang menyebutnya sebagai “Jepungan”, ada juga yang menyebut
“Jethungan”, di Jakarta disebut ” Ingglo”, di daerah Jawa Barat disebut “Bon
atau Hong”.
B. Cara Bermain
Pada permainan Petak Umpet tidak diperlukan alat
sebagai perlengkapan bermainnya. Yang diperlukan hanya berupa tembok, pohon,
atau pagar sebgai tempat menjaga atau benteng (markas)nya. Adapun cara
bermainnya yaitu :
1.
Pemain berjumlah 3 orang atau lebih.
2.
Permianan ini dimulai dengan
HOMPIMPA untuk menentukan siapa yang menjadi “kucing”. Yang menjadi “kucing” dia adalah yang kalah dalam hompimpah, dia yang menjaga benteng (marakas) dengan menutup mata
dan menghadap ke pohon atau tembok sebagai bentengnya.
3.
Si kucing ini nantinya akan memejamkan
mata atau berbalik menghadap tembok atau pohon atau apa saja supaya dia tidak
melihat teman-temannya bergerak untuk bersembunyi sambil berhitung (hitungan
disesuaikan dengan kesepakatan semua, bisa sampai 10, 20, atau 25)
4.
Kemudian pada saat si kucing berhitung
anggota yang lainnya mulai bersembunyi
5.
Setelah hitungannya telah selesai si
kucing mulai mencari anggota yang bersembunyi
6.
Jika si “kucing” menemukan temannya, ia
akan menyebut nama temannya sambil menyentuh INGLO atau BON
atau HONG atau Jepungan (benteng atau markas), apabila hanya meneriakkan namanya
saja, maka si “kucing” dianggap kalah.
7.
Permainan selesai setelah semua teman
ditemukan. Dan yang pertama ditemukanlah yang menjadi kucing berikutnya.
8.
Namun jika anggota yang bersembunyi
dapat menyentuh INGLO
atau BON atau HONG atau
Jepungan (benteng atau markas)
lebih dulu maka si kucing menjadi kalah, anggota yang sudah didapatnya terbebas
dan permainan diulang kembali.
9.
Ada sebuah catatan, bila si kucing dapat
mengetahui persembunyian anggota yang bersembunyi karna diberi tahu maka
permainan diulang kembali karena dianggap “kebakaran” atau “kobongan”(dalam bahasa Jawa), atau dianggap telah dibocorkan dan menjadi
tidak sah.
C. Teori menurut ahli
Bermain merupakan hak setiap orang dan tanpa
dibatasi usia. Khususnya bagi anak- anak, bermain merupakan kegiatan anak –
anak yang paling disukai, tidak ada anak – anak yang tidak menyukai bermain.
Melalui bermain anak dapat memetik berbagai manfaat bagi perkembangannya.
Bermain adalah aktivitas yang menyenangkan dan merupakan kebutuhan yang sudah
melekat dalam diri setiap anak. Bermain merupakan jembatan bagi anak dari
belajar secara informal menjadi formal. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam
mengembangkan keterampilan anak sehingga anak lebih siap untuk menghadapi
lingkungannya dan lebih siap lagi dalam mengikuti pendididkan jenjang yang
lebih tinggi.
Selain itu bermain mempunyai ciri –ciri. Adapun
beberapa ciri-ciri kegiatan bermain yaitu :
1. Dilakukan
berdasarkan motivasi intrinsic atau dari dalam dirinya sendiri (keinginan
pribadinya sendiri) serta untuk kepentingannya sendiri.
2. Perasaan
dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosi-emosi
positif.
3. Fleksibelitas, ditandai dengan mudahnya kegiatan beralih
dari suatu aktivitas ke aktivitas lainnya.
4. Lebih
menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhir. Saat bermain
perhatian anak-anak lebih terpusat pada kegiatan yang berlangsung dibandingkan tujuan yang ingin dicapai. Tidak
adanya tekanan untuk mencapai prestasi, membebaskan anak untuk mencoba berbagai variasi kegiatan.
Karena itu bermain cenderung fleksibel, tidak ditentukan oleh sasaran yang
ingin dicapai.
5. Bebas
memilih. Anak bebas dalam hal memilih kegiatan dan apa yang ingin dilakukannya
tanpa kehendak orang lain
6. Mempunyai
kualitas pura-pura. Kegiatan bermain mempunyai kerangka tertentu yang
memisahkan dari realita atau kehidupan sehari-hari. Kerangka ini berlaku pada
terhadap semua bentuk kegiatan bermain. Realitas internal lebih diutamakan
daripada realitas eksternal, karena anak memberi makna baru terhdap objek yang
dimainkan dan mengabaikan keadaan objek yang sesungguhnya. Kualitas pura-pura
memungkinkan anak bereksperimen dengan kemungkinan- kemungkinan baru.
Bermain
itu sendiri terbagi menjadi 2 pembagian, yaitu bermain klasik dan bermain
kontemporer. Bermain klasik merupakan bermain yang terus menerus dilestarikan.
Bermain klasik membaginya dalam 4 perspektif klasik, yaitu surplus energy
(permainan yang menyalurkan energy), teori rekreasi (permaian yang memakai atau
memerlukan waha atau tempat sebagai sarana), teori rekapitulasi (permaianan
yang dapat diulang atau diturunkan), dan teori praktis (permaianan yang dapat
dilakukan). Bermain kontemporer ialah permaianan yang sudah dimodifikasi secara
ilmiah, yang menggunakan teknologi (tidak semuanya).
Menurut
piaget bermain merupakan kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi kesenangan.
Piaget membagi tahap bermain anak menadi 4 yaitu:
a. Sensory
Motor Play (3 bulan – 2 tahun)
Kegiatan anak
semata-mata merupakan kelanjutan kenikmatan yang diperolehnya. Kegiatan
berdasarkan inderana dan tubuhnya. Contohnya bermain cilukba, pok ame-ame.
b. Symbolic
play (2-7 tahun)
Merupakan ciri periode
praoperasional yang ditandai dengan bermain pura-pura atau imajainatif dan
khayalan. Pada masa ini anak juga lebih banyak bertanya dan menjawab
pertanyaan, mencoba berbabagai hal berkaitan dengan konsep angka, ruang,
kuantitas dan sebagainya. Contohnya bermain dokter-dokteran, masak-masakan,
penjual dan pembeli, kuda-kudaan.
c. Social
Play games with rules (8- 11 tahun)
Dalam bermain banyak
diwarnai oleh nalar, logika yang bersifat objektif. Kegiatan anak lebih banyak
dikendalikan oleh aturan permainan.
d. Games
with rules and sport (11 tahun keatas)
Kegiatan bermain lain
yang memiliki aturan dan olahraga. Kegiatan bermain ini masih menyenangkan dan
dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh lebih ketat dan kaku. Contohnya
bermain sepak bola, kasti, basket.
Menurut
Mildred Parten bermain merupakan sarana sosialisasi yang memiliki kadar
interaksi social mulai dari kegiatan
bermain yang mencerminkan tingkat perkembangan social anak. Parten membagi
tahapan bermain menjadi dalam 6 bentuk kegiatan bermain, yaitu :
a. Unoccupied
Play
Anak tidak
benar-benar terlibat dalam kegiatan
bermain melainkan hanya mengamati kejadian sekitarnya yang menarik perhatian
anak. Contohnya ; ikut-ikutan orang lain berkeliling atau naik turun kursi tanpa tujuan jelas.
b. Solitary
Play (bermain sendiri)
Biasanya nampak pada
anak yang berusia amat muda. Anak sibuk bermain sendiri dan tampak tidak
memperlihatkan kehadiran anak-anak lain disekitarnya. Contohnya bermain boneka,
mobil-mobilan dll.
c. Onlooker
Play (pengamat)
Kegiatan bermain dengan
mengamati anak-anak lain melakukan kegiatan bermain dan tampak ada minat yang
semakin besar terhadap kegiatan anak lain yang diamatinya. Contohnya menonton
pertandingan bola, menonton lomba-lomba, melihat anak-anak sedang main sebuah
permainan, dll.
d. Parallel
Play (bermain parallel)
Tampak saat dua anak
atau lebih bermain dengan jenis alat permainan yang sama dan melakukan gerakan
atau kegiatan yang sama tetapi bila diperhatikan tampak bahwa sebenarnya tidak
ada interaksi diantara mereka. Mereka melakukan kegiatan yang sama secara
sendiri-sendiri disaaat waktu yang bersamaan. Contohnya membuat bangunan
melalui bermain balok, bermain puzzle, atau bermain lego, bermain sepeda, dll.
e. Assosiative
Play (bermain asosiatif)
Ditandai dengan adanya
interaksi antar anak yang bermain, saling tukar alat permainan, akan tetapi
bila diamati akan tampak bahwa masing-masing anak sebenarnya tidak terlibat
kerja sama. Contohnya menggambar bersama, bermain tapak gunung, bermain tak kadal (bintik) dll
f. Cooperative
Play (bermain bersama)
Ditandai dengan adanya
kerja sama atau pembagian tugas dan pembagian peran anatar anak-anak yang
terlibat permainan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Contohnya, dokter-dokteran,
penjual dan pembeli.
Menurut teori dan pemahaman dari beberapa ahli mengenai
bemain serta tahapannya, dalam permaianan Petak
Umpet ini, bisa dikatakan bahwa permaianan petak umpet merupakan permaianan
klasik. Pada permainaan ini belum ada atau belum terjadi modifikasi dalam
permainannya. Disetiap daerah cara memainnkannya mempunyai cara atau peraturan
yang sama, hanya penyebutan nama atau istilah saja yang berbeda disetiap
daerah. Dalam permainan ini juga terdapat perspektif surplus energy, dimana si
kucing bergerak mencari anggota yang mengumpat, serta meraih atau memegang atau
menyentuh INGLO
atau BON atau HONG atau
Jepungan (benteng atau markas). Sehinnga energy
otomatis akan tersalurkan.
Permainan ini jika dilihat dari tahapan bermaian Piaget
termasuk dalam tahap Social Play games with rules, dimana anak bermainan dengan
aturan. Karena di dalam permainan ini terdapat peraturan yang harus dijalankan
dan ditaati. Dalam tahapan bermain Parten, permaianan ini masuk dalam tahap
Assosiative Play, dimana anak bermain bersama-sama dengan adanya interaksi
antara yang lainnya. Contohnya pada saat memutuskan menyepakati jumlah hitungan yang nantinya akan di hitung
oleh si kucing (yang menjaga benteng/markas). Hal ini membuat terjadinya
interaksi dalam menyepakati hal tersebut.
No comments:
Post a Comment